Selasa, 20 April 2010

Gerhana matahari


Gerhana matahari terjadi ketika posisi bulan terletak di antara Bumi dan Matahari sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya Matahari. Walaupun Bulan lebih kecil, bayangan Bulan mampu melindungi cahaya matahari sepenuhnya karena Bulan yang berjarak rata-rata jarak 384.400 kilometer dari Bumi lebih dekat dibandingkan Matahari yang mempunyai jarak rata-rata 149.680.000 kilometer.

Gerhana matahari dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: gerhana total, gerhana sebagian, dan gerhana cincin. Sebuah gerhana matahari dikatakan sebagai gerhana total apabila saat puncak gerhana, piringan Matahari ditutup sepenuhnya oleh piringan Bulan. Saat itu, piringan Bulan sama besar atau lebih besar dari piringan Matahari. Ukuran piringan Matahari dan piringan Bulan sendiri berubah-ubah tergantung pada masing-masing jarak Bumi-Bulan dan Bumi-Matahari.

Gerhana sebagian terjadi apabila piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup sebagian dari piringan Matahari. Pada gerhana ini, selalu ada bagian dari piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan.

Gerhana cincin terjadi apabila piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup sebagian dari piringan Matahari. Gerhana jenis ini terjadi bila ukuran piringan Bulan lebih kecil dari piringan Matahari. Sehingga ketika piringan Bulan berada di depan piringan Matahari, tidak seluruh piringan Matahari akan tertutup oleh piringan Bulan. Bagian piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan, berada di sekeliling piringan Bulan dan terlihat seperti cincin yang bercahaya.

Gerhana matahari tidak dapat berlangsung melebihi 7 menit 40 detik. Ketika gerhana matahari, orang dilarang melihat ke arah Matahari dengan mata telanjang karena hal ini dapat merusakkan mata secara permanen dan mengakibatkan kebutaan.

Mengamati gerhana matahari

Gerhana matahari tahun 1999 di Perancis

Melihat secara langsung ke fotosfer matahari (bagian cincin terang dari matahari) walaupun hanya dalam beberapa detik dapat mengakibatkan kerusakan permanen retina mata karena radiasi tinggi yang tak terlihat yang dipancarkan dari fotosfer. Kerusakan yang ditimbulkan dapat mengakibatkan kebutaan. Mengamati gerhana matahari membutuhkan pelindung mata khusus atau dengan menggunakan metode melihat secara tidak langsung. Kaca mata sunglasses tidak aman untuk digunakan karena tidak menyaring radiasi inframerah yang dapat merusak retina mata.

Proses terjadinya Gerhana

Patung Rahu yang kini disimpan di British Museum.

Rahu, menurut kepercayaan umat Hindu, adalah nama seorang asura, sekaligus salah satu Graha (planet) di antara Nawagraha (sembilan planet). Meskipun Rahu disebut sebagai salah satu Graha, namun seperti halnya Ketu, sebenarnya ia bukan merupakan planet. Rahu dan Ketu lebih tepat disebut sebagai tingkat pembesaran dan penyusutan bulan. Menurut mitologi Hindu, Rahu merupakan salah satu asura yang mencoba mendapatkan minuman keabadian atau tirta amerta. Kelicikannya membuatnya dipenggal oleh Wisnu. Kepalanya mengembara di angkasa, sambil mengejar Surya dan Candra, sebagai pembalasan atas pengaduan mereka kepada Wisnu, sehingga menciptakan gerhana. Di kalangan masyarakat Hindu di Bali, Rahu disebut Kala Rau. Ia diyakini sebagai penyebab terjadinya gerhana.

Penggambaran

Dalam lukisan bernuansa Hindu, Rahu biasanya dilukiskan sebagai sebuah kepala tanpa badan. Namun Rahu bisa digambarkan mengendarai singa hitam, atau mengendarai kereta yang ditarik oleh delapan kuda hitam. Dia dapat dilukiskan memiliki dua lengan; yang kanan membawa selimut wol atau sebuah buku, sedangkan tangan yang lain terlihat kosong. Bila dilukiskan dengan empat lengan, Rahu tampak membawa pedang, tameng dan gada, sedangkan tangan yang keempat melakukan gerak Warada Mudra.

Mitologi

Mitologi mengenai Rahu terkait dengan kisah pemutaran Gunung Mandara untuk mengaduk lautan susu. Diceritakan bahwa pada zaman Satyayuga, para dewa dan asura bekerjasama untuk mendapatkan minuman keabadian atau tirta amerta. Atas petunjuk Sang Hyang Narayana, mereka tahu bahwa amerta tersebut tersembunyi di tengah lautan susu di Sangkadwipa. Kemudian mereka segera pergi ke tempat yang diberitahu oleh Sang Hyang Narayana. Untuk mengaduk lautan tersebut, mereka menggunakan Gunung Mandara. Gunung tersebut dicabut, kemudian dipindahkan ke tengah lautan, dengan ditopang oleh seekor kura-kura raksasa. Naga Basuki digunakan sebagai tali untuk mempermudah pemutaran gunung tersebut.

Setelah proses pengadukan berlangsung lama, munculah berbagai harta karun. Seluruhnya berada di pihak para dewa, sedangkan para asura tidak mendapatkan apapun. Setelah amerta muncul, para asura ingin agar minuman tersebut menjadi milik mereka sebab para dewa sudah mendapatkan harta terlalu banyak. Karena sama-sama kukuh dengan pendiriannya, tejadilah pertempuran antara para dewa melawan para asura. Setelah Dewa Wisnu turun tangan, peperangan berakhir dengan kemenangan berada di pihak para dewa.

Akhirnya, para dewa kembali ke surga untuk membagi-bagikan tirta amerta yang mereka dapatkan. Agar memperoleh jatah, seorang asura bernama Rahu menyamar menjadi seorang dewa. Ia pun turut serta bersama para dewa yang menunggu gilirannya untuk mendapatkan amerta. Namun, tipuan Rahu diketahui oleh Dewa Surya dan Candra. Mereka pun segera memberitahu Dewa Wisnu. Tepat saat tirta amerta mengalir di tenggorokan Rahu, Dewa Wisnu memenggal kepala Rahu dengan senjata Cakra Sudarsana. Meskipun kepala dan badannya telah terpisah, namun Rahu mampu hidup sebab tirta amerta telah mencapai tenggorokannya. Akhirnya kepala tersebut marah dan bersumpah akan menelan Surya dan Candra. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya gerhana. Karena kepala Rahu tidak tersambung ke perutnya, maka Surya dan Candra dapat membebaskan diri setelah mereka tertelan.

Elektron

Elektron adalah partikel subatomik yang bermuatan negatif dan umumnya ditulis sebaga e-. Elektron tidak memiliki komponen dasar ataupun substruktur apapun yang diketahui, sehingga ia dipercayai sebagai partikel elementer.[2] Elektron memiliki massa sekitar 1/1836 massa proton.[3] Mometum sudut (spin) instrinsik elektron adalah setengah nilai integer dalam satuan ħ, yang berarti bahwa ia termasuk fermion. Antipartikel elektron disebut sebagai positron, yang identik dengan elektron, kecuali bahwa ia bermuatan positif. Ketika sebuah elektron bertumbukan dengan positron, keduanya kemungkinan dapat saling berhambur ataupun musnah total, menghasilan sepasang (atau lebih) foton sinar gama. Elektron, yang termasuk ke dalam generasi keluarga partikel lepton pertama,[4] berpartisipasi dalam interaksi gravitasional, interaksi elektromagnetik dan interaksi lemah.[5] Sama seperti semua materi, elektron memiliki sifat bak partikel maupun bak gelombang (dualitas gelombang-partikel), sehingga ia dapat bertumbukkan dengan partikel lain dan berdifraksi seperti cahaya. Oleh karena elektron termasuk fermion, tiada dua elektron yang dapat menduduki keadaan kuantum yang sama sesuai dengan asas pengecualian Pauli.[4]

Konsep muatan listrik yang tidak dapat dibagi-bagi lagi diteorikan untuk menjelaskan sifat-sifat kimiawi atom oleh filsuf alam Richard Laming pada awal tahun 1838;[6] nama electron diperkenalkan untuk menamakan muatan ini pada tahun 1894 oleh fisikawan Irlandia George Johnstone Stoney. Elektron berhasil diidentifikasikan sebagai partikel pada tahun 1897 oleh J. J. Thomson.[1][7]

Dalam banyak fenomena fisika, seperti listrik, magnetisme dan konduktivitas termal, elektron memainkan peran yang sangat penting. Suatu elektron yang bergerak relatif terhadap pengamat akan menghasilkan medan magnetik dan lintasan elektron tersebut juga akan dilengkungkan oleh medan magnetik eksternal. Ketika sebuah elektron dipercepat, ia dapat menyerap ataupun memancarkan energi dalam bentuk foton. Elektron bersama-sama dengan inti atom yang terdiri dari proton dan neutron, membentuk atom. Namun, elektron hanya menduduki 0,06% massa total atom. Gaya tarik Coulomb antara elektron dengan proton menyebabkan elektron terikat dalam atom. Pertukaran ataupun perkongsian elektron antara dua atau lebih atom merupakan sebab utama terjadinya ikatan kimia.[8]

Menurut teorinya, kebanyakan elektron dalam alam semesta diciptakan pada persitiwa Big Bang, namun ia juga dapat diciptakan melalui peluruhan beta isotop radioaktif maupun dalam tumbukan berenergi tinggi, misalnya pada saat sinar kosmis memasuki atmosfer. Elektron dapat dihancurkan melalui pemusnahan dengan positron, maupun dapat diserap semasa nukleosintesis bintang. Peralatan-peralatan laboratorium modern dapat digunakan untuk memuat ataupun memantau elektron individual. Elektron memiliki banyak aplikasinya dalam teknologi modern, misalnya dalam mikroskop elektron, terapi radiasi, dan pemercepat partikel.

Sejarah

Orang Yunani Kuno memperhatikan bahwa ambar dapat menarik benda-benda kecil ketika digosok-gosokkan dengan bulu hewan. Selain petir, fenomena ini merupakan salah satu catatan terawal manusia mengenai listrik.[9] Dalam karya tahun 1600-nya De Magnete, fisikawan Inggris William Gilbert menciptakan istilah baru electricus untuk merujuk pada sifat penarikan benda-benda kecil setelah digosok.[10] Bahasa Inggris untuk kata electric diturunkan dari bahasa Latin ēlectrum, yang berasal dari bahasa Yunani ήλεκτρον (ēlektron) untuk batu ambar.

Pada tahun 1737, C. F. du Fay dan Hawksbee secara independen menemukan apa yang mereka percaya sebagai dua jenis listrik friksional; satunya dihasilkan dari penggosokan gelas, yang lainnya dihasilkan dari penggosokan resin. Dari sinilah, Du Fay berteori bahwa listrik terdiri dari dua fluida elektris, yaitu "vitreous" dan "resinous", yang dipisahkan oleh gesekan dan menetralkan satu sama lainnya ketika bergabung.[11] Satu dasarwasa kemudian, Benjamin Franklin mengajukan bahwa listrik tidaklah berasal dari fluida elektris yang bermacam-macam, namun berasal dari fluida elektris yang sama di bawah tekanan yang berbeda. Ia memberikan tatanama muatan positif dan negatif untuk tekanan yang berbeda ini.[12][13]

Antara tahun 1838 dan 1851, filsuf alam Britania Richard Laming mengembangkan gagasan bahwa atom terdiri dari materi inti yang dikelilingi oleh partikel subatom yang memiliki muatan listrik.[14] Awal tahun 1846, fisikawan Jerman William Weber berteori bahwa listrik terdiri dari fluida yang bermuatan positif dan negatif, dan interaksinya mematuhi hukum kuadrat terbalik. Setelah mengkaji fenomena elektrolisis pada tahun 1874, fisikawan Irlandia George Johnstone Stoney mengajukan bahwa terdapat suatu "satuan kuantitas listrik tertentu" yang merupakan muatan sebuah ion monovalen. Ia berhasil memperkirakan nilai muatan elementer e ini menggunakan Hukum elektrolisis Faraday.[15] Namun, Stoney percaya bahwa muatan-muatan ini secara permanen terikat pada atom dan tidak dapat dilepaskan. Pada tahun 1881, fisikawan Jerman Hermann von Helmholtz berargumen bahwa baik muatan positif dan negatif dibagi menjadi beberapa bagian elementer, yang "berperilaku seperti atom dari listrik".[6]

Pada tahun 1894, Stoney menciptakan istilah electron untuk mewakili muatan elementer ini.[16] Kata electron merupakan kombinasi kata electric dengan akhiran on, yang digunakan sekarang untuk merujuk pada partikel subatomik seperti proton dan neutron.[17][18]

[sunting] Penemuan elektron

Seberkas elektron dibelokkan menjadi lingkaran oleh medan magnet[19]

Fisikawan Jerman Johann Wilhelm Hittorf melakukan kajian mengenai konduktivitas listrik dalam gas. Pada tahun 1869, ia menemukan sebuah pancaran yang dipancarkan dari katoda yang ukurannya meningkat seiring dengan menurunnya tekanan gas. Pada tahun 1876, fisikawan Jerman Eugen Goldstein menunjukkan bahwa sinar pancaran ini menghasilkan bayangnya, dan ia menamakannya sinar katoda.[20] Semasa tahun 1870-an, kimiawan dan fisikawan Inggris William Crookes mengembangkan tabung katoda pertama yang vakum.[21] Ia kemudian menunjukkan sinar berpendar yang tampak di dalam tabung tersebut membawa energi dan bergerak dari katoda ke anoda. Lebih jauh lagi, menggunakan medan magnetik, ia dapat membelokkan sinar tersebut dan mendemonstrasikan bahwa berkas ini berperilaku seolah-olah ia bermuatan negatif.[22][23] Pada athun 1879, ia mengajukan bahwa sifat-sifat ini dapat dijelaskan menggunakan apa yang ia istilahkan sebagai 'materi radian' (radiant matter). Ia mengajukan ini adalah keadaan materi keempat, yang terdiri dari molekul-molekul bermuatan negatif yang diproyeksikan dengan kecepatan tinggi dari katoda.[24]

Fisikawan Britania kelahiran Jerman Arthur Schuster memperluas eksperimen Crookes dengan memasang dua pelat logam secara paralel terhadap sinar katoda dan memberikan potensial listrik antara dua pelat tersebut. Medan ini kemudian membelokkan sinar menuju pelat bermuatan positif, memberikan bukti lebih jauh bahwa sinar ini mengandung muatan negatif. Dengan mengukur jumlah pembelokkan sinar sesuai dengan arus listrik yang diberikan, pada tahun 1890, Schuster berhasil memperkirakan rasio massa terhadap muatan komponen-komponen sinar. Namun, perhitungan ini menghasilkan nilai yang seribu kali lebih besar daripada yang diperkirakan, sehingga perhitungan ini tidak dipercayai pada saat itu.[22][25]

Pada tahun 1896, fisikawan Britania J. J. Thomson, bersama dengan koleganya John S. Townsend dan H. A. Wilson,[1] melakukan eksperimen yang mengindikasikan bahwa sinar katoda benar-benar merupakan partikel baru dan bukanlah gelombang, atom, ataupun molekul seperti yang dipercayai sebelumnya. Thomson membuat perkiraan yang cukup baik dalam menentukan muatan e dan massa m, dan menemukan bahwa partikel sinar katoda, yang ia sebut "corpuscles" mungkin bermassa seperseribu massa ion terkecil yang pernah diketahui (hidrogen).[7] Ia menunjukkan bahwa rasio massa terhadap muatan, e/m, tidak tergantung pada material katoda. Ia lebih jauh lagi menunjukkan bahwa partikel bermuatan negatif yang dihasilkan oleh bahan-bahan radioaktif, bahan-bahan yang dipanaskan, atau bahan-bahan yang berpendar bersifat universal.[26] Nama elektron kemudian diajukan untuk menamakan partikel ini oleh fisikawan Irlandia George F. Fitzgerald, dan seterusnya mendapatkan penerimaan yang universal.[22]

Manakala sedang mengkaji mineral fluoresens pada tahun 1896, fisikawan Perancis Henri Becquerel menemukan bahwa mineral tersebut memancarkan radiasi tanpa terpapar dengan sumber energi eksternal. Bahan radioaktif ini menarik perhatian banyak ilmuwan, meliputi ilmuwan Selandia Baru Ernest Rutherford yang menemukan bahwa partikel ini memancarkan partikel. Ia melabelkan partikel ini sebagai partikel alfa dan partikel beta berdasarkan kemampuannya menembus materi.[27] Pada tahun 1900, Becquerel menunjukkan bahwa emisi sinar beta oleh radium dapat dibelokkan oleh medan listrik, dan rasio massa terhadap muatannya adalah sama dengan rasio massa terhadap muatan sinar katoda.[28] Bukti ini menguatkan pandangan bahwa elektron merupakan komponen atom.[29][30]

Muatan elektron kemudian diukur lebih seksama lagi oleh fisikawan Amerika Robert Millikan dalam Percobaan tetesan minyak pada tahun 1909. Hasil percobaan ini dipublikasikan pada tahun 1911. Percobaan ini menggunakan medan listrik untuk mencegah tetesan minyak bermuatan jatuh sebagai akibat dari gravitasi. Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini dapat mengukur muatan listrik dari 1–150 ion dengan batas kesalahan kurang dari 0,3%. Percobaan yang mirip dengan percobaan Millikan sebelumnya telah dilakukan oleh Thomson, menggunakan tetesan awan air bermuatan yang dihasilkan dari elektrolisis,[1] dan oleh Abram Ioffe pada tahun 1911, yang secara independen mendapatkan hasil yang sama dengan Millikan menggunakan mikropartikel logam bermuatan. Ia mempublikasikan hasil percobaannya pada tahun 1913.[31] Namun, tetesan minyak lebih stabil daripada tetesan air karena laju penguapan minyak yang lebih lambat, sehingga lebih cocok digunakan untuk percobaan dalam periode waktu yang lama.[32]

Sekitar permulaan abad ke-20, ditemukan bahwa di bawah kondisi tertentu, partikel bermuatan yang bergerak cepat dapat menyebabkan kondensasi uap air yang lewat jenuh di sepanjang lintasan partikel tersebut. pada tahun 1911, Charles Wilson menggunakan prinsip ini untuk membangun bilik kabut, mengijikan pelacakan partikel-partikel bermuatan seperti elektron yang bergerak cepat untuk difoto.[33]

[sunting] Teori atom

Model atom Bohr, menunjukkan keadaan elektron dengan energi terkuantisasi n. Sebuah elektron yang jatuh ke orbit bawah memancarkan foton yang energinya sama dengan perbedaan energi antar orbit.

Pada tahun 1914, percobaan yang dilakukan oleh fisikawan Ernest Rutherford, Henry Moseley, James Franck dan Gustav Hertz secara garis besar telah berhasil membangun model struktur atom sebagai inti atom bermuatan positif yang dikelilingi oleh elektron bermassa kecil.[34] Pada tahun 1913, fisikawan Denmark Niels Bohr berpostulat bahwa elektron berada dalam keadaan energi terkuantisasi, dengan energinya ditentukan berdasarkan momentum sudut orbit elektron di sekitar inti. Elektron dapat berpindah dari satu keadaan ke keadaan lain (atau orbit) dengan memancarkan emisi ataupun menyerap foton pada frekuensi tertentu. Menggunakan model orbit terkuantisasi ini, ia secara akurat berhasil menjelaskan garis spektrum atom hidrogen.[35] Namun, model Bohr gagal menjelaskan intensitas relatif garis spektrum ini dan gagal pula dalam menjelaskan spektrum atom yang lebih kompleks.[34]

Ikatan kimia antar atom dijelaskan oleh Gilbert Newton Lewis, yang pada tahun 1916 mengajukan bahwa ikatan kovalen antar dua atom dijaga oleh sepasangan elektron yang dibagikan diantara dua atom yang berikatan.[36] Kemudian, pada tahun 1923, Walter Heitler dan Fritz London memberikan penjelasan penuh mengenai formasi pasangan elektron dan ikatan kimia berdasarkan mekanika kuantum.[37] Pada tahun 1919, kimiawan Amerika Irving Langmuir menjabarkan lebih lanjut lagi model statis atom Lewis dan mengajukan bahwa semua elektron terdistribusikan dalam "kulit-kulit bola konsentris, kesemuannya berketebalan sama".[38] Kulit tersebut kemudian dibagi olehnya ke dalam sejumlah sel yang tiap-tiap sel mengandung sepasangan elektron. Dengan model ini, Langmuir berhasil secara kualitatif menjelaskan sifat-sifat kimia semua unsur dalam tabel periodik.[37]

Pada tahun 1924, fisikawan Austria Wolfang Pauli memantau bahwa struktur seperi kulit atom ini dapat dijelaskan menggunakan empat parameter yang menentukan tiap-tiap keadaan energi kuantum sepanjang tiap keadaan diduduki oleh tidak lebih dari satu elektron tunggal. Pelarangan adanya lebih dari satu elektron menduduki keadaan energi kuantum yang sama dikenal sebagai asas pengecualian Pauli.)[39] Mekanisme fisika yang menjelaskan parameter keempat, yang memiliki dua nilai berbeda, diberikan oleh fisikawan Belanda Abraham Goudsmith dan George Uhlenbeck ketika mereka mengajukan bahwa elektron, selain momentum sudut orbitnya, juga dapat memiliki momentum sudut intrinsiknya sendiri.[34][40] Ciri ini kemudian dikenal sebagai spin, yang menjelaskan pemisahan garis spektrum yang terpantau pada spektrometer beresolusi tinggi. Fenomena ini dikenal sebagai pemisahan struktur halus.[41]

[sunting] Mekanika kuantum

Dalam mekanika kuantum, perilaku elektron dalam atom dijelaskan menggunakan orbital, yang merupakan sebuah distribusi probabilitas dan bukannya orbit. Pada gambar di atas, bagian berwarna menunjukkan probabilitas relatif "penemuan" elektron yang memiliki energi sesuai dengan bilangan kuantum pada titik tersebut.

Dalam disertasi tahun 1924 berjudul Recherches sur la théorie des quanta (Riset mengenai Teori Kuantum), fisikawan Perancis Louis de Broglie berhipotesis bahwa semua materi memiliki gelombang De Broglie yang mirip dengan cahaya.[42] Ini berarti bahwa di bawah kondisi yang tepat, elektron dan semua materi dapat menunjukkan sifat-sifat seperti partikel maupun seperti gelombang. Sifat korpuskular partikel dapat didemonstrasikan ketika ia dapat ditunjukkan memiliki posisi terlokalisasi dalam ruang sepanjang trayektorinya pada waktu apapun.[43] Sifat seperti gelombang dapat dipantau ketika seberkas cahaya dilewatkan melalui celah-celah paralel dan menghasilkan pola-pola interferensi. Pada tahun 1927, efek interferensi ini berhasil ditunjukkan juga berlaku bagi berkas elektron oleh fisikawan Inggris George Paget Thomson menggunakan film logam tipis dan oleh fisikawan Amerika Clinton Davisson dan Lester Germer menggunakan kristal nikel.[44] Suksesnya prerdiksi de Broglie mengantarkan Erwin Schrödinger para tahun 1926 mempublikasikan persamaan Schrödinger yang secara sukses mendeskripsikan bagaimana gelombang elektron merambat.[45] Daripada menghasilkan penyelesaian yang menentukan lokasi elektron seiring dengan berjalannya waktu, persamaan gelombang ini dapat digunakan untuk memprediksikan probabilitas penemuan sebuah elektron dekat sebuah posisi. Pendekatan ini kemudian disebut sebagai mekanika kuantum, yang memberikan perhitungan keadaan energi elektron atom hidrogen dengan sangat tepat. Seketika spin dan interaksi antara banyak elektron diperhitungkan, mekanika kuantum mengijinkan konfigurasi elektron dalam atom bernomor atom lebih tinggi daripada hidrogen diprediksi dengan tepat.[46]

Pada tahun 1928, berdasarkan karya Wolfgang Pauli, Paul Dirac menghasilkan model elektron, persamaan Dirac, yang konsisten dengan teori relativitas, dengan menerapkan pertimbangan relativitas dan simetri ke dalam perumusan Hamiltonan mekanika kuantum medan elektro-magnetik.[47] Agar dapat memecahkan berbagai masalah dalam persamaan relativistiknya, pada tahun 1930, Dirac mengembangkan model vakum sebagai lautan partikel tak terhingga yang berenergi negatif (dikenal sebagai laut Dirac). Ini mengantar Dirac memprediksikan keberadaan positron, antimateri dari elektron.[48] Partikel positron ditemukan pada tahun 1932 oleh Carl D. Anderson, yang menyerukan dinamakannya elektron biasa sebagai negatron, dan elektron digunakan sebagai istilah generik untuk merujuk pada kedua partikel tersebut. Penggunaan istilah 'negatron' kadang-kadang masih dapat ditemukan sekarang, dan dapat disingkat menjadi 'negaton'.[49][50]

Pada tahun 1947, Willis Lamb, berkolaborasi dengan murid pascasarjanya Robert Retherford, menemukan bahwa keadaan kuantum tertentu hidrogen atom, yang seharusnya berenergi sama, bergesar relatif terhadap satu sama lain. Pergesaran ini disebut sebagai geseran Lamb. Pada waktu yang bersamaan, Polykarp Kusch, bekerja dengan Henry M. Foley, menemukan bahwa momen magnetik elektron sedikit lebih besar daripada yang diprediksikan oleh teori Dirac. Perbedaan kecil ini kemudian disebut sebagai anomali momen dipol magnetik elektron. Untuk memecahkan masalah ini, teori yang disebut elektrodinamika kuantum dikembangkan oleh Sin-Itiro Tomonaga, Julian Schwinger dan Richard P. Feynman pada akhir tahun 1940-an.[51]

[sunting] Pemercepat partikel

Dengan berkembangnya pemercepat partikel semasa paruh pertama abad ke-20, fisikawan mulai mengkaji lebih dalam sifat-sifat partikel subatom.[52] Usaha pertama yang berhasil mempercepat elektron menggunakan induksi elektromagnetik dilakukan pada tahun 1942 oleh Donald Kerst. Betatron awalnya mencapai energi sebesar 2,3 MeV, manakala betatron-betatron selanjutnya berhasil mencapai 300 MeV. Pada tahun 1947, radiasi sinkotron ditemukan menggunakan sinkotron elektron 70 MeV di General Electric. Radiasi ini disebabkan oleh percepatan elektron yang bergerak mendekati kecepatan cahaya melalui medan magnetik.[53]

Dengan energi berkas sebesar 1,5 GeV, penumbuk partikel berenergi tinggi ADONE memulai operasinya pada tahun 1968.[54] Alat ini mempercepat elektron dan positron dengan arah yang berlawanan, secara efektif menggandakan energi tumbukan dibandingkan apabila menumbukkan elektron dengan target yang diam.[55] Large Electron-Positron Collider (LEP) di CERN yang beroperasi dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2000 berhasil mencapai energi tumbukan sebesar 209 GeV dan berhasil membuat pengukuran untuk Model Standar fisika partikel.[56][57]

[sunting] Karakteristik

[sunting] Klasifikasi

Model Standar partikel elementer. Elektron berada pada bagian kiri bawah.

Dalam Model Standar fisika partikel, elektron termasuk ke dalam golongan partikel subatom yang disebut lepton, yang dipercayai sebagai partikel elementer. Elektron memiliki massa yang terendah di antara leopton bermuatan lainnya dan termasuk ke dalam partikel elementer generasi pertama.[58] Generasi kedua dan ketiganya mengandung lepton bermuatan, yaitu muon dan tauon, yang identik dengan elektron dalam hal muatannya, spin, dan interaksinya, terkecuali keduanya bermassa lebih besar. Lepton berbeda dari konstituen materi lainnya seperti kuark karena lepton tidak memiliki interaksi kuat. Semua anggota golongan lepton adalah termask fermion karena semuanya memiliki spin 12.[59]

[sunting] Ciri-ciri fundamental

Massa invarian sebuah elektron adalah kira-kira 9,109 × 10-31 kilogram,[60] ataupun setara dengan 5,489 × 10-4 satuan massa atom. Berdasarkan prinsip kesetaraan massa-energi Einstein, massa ini berkoresponden terhadap energi rihat 0,511 MeV. Rasio antara massa proton dengan massa elektron adalah sekitar 1836.[3][61] Pengukuran astronomi menunjukkan bahwa rasio massa proton terhadap elektron tetap bernilai sama paling tidak selama setengah usia alam semesta, seperti yang diprediksikan oleh Model Standar.[62]

Elektron memiliki muatan listrik sebesar -1,602 × 10-19 coulomb,[60] yang digunakan sebagai satuan standar untuk muatan partikel subatom. Di bawah ambang batas keakuratan eksperimen, muatan elektron adalah sama dengan muatan proton, namun memiliki tanda positif.[63] Oleh karena simbol e digunakan untuk merujuk pada muatan elementer, elektron umumnya disimbolkan sebagai e, dengan tanda minus mengindikasikan muatan negatif. Positron disimbolkan sebagai e+ karena ia memiliki ciri-ciri yang sama dengan elektron namun bermuatan positif.[60][59]

Elektron memiliki momentum sudut intrinsik atau spin senilai 12.[60] Sifat ini biasanya dinyatakan dengan merujuk elektron sebagai partikel spin-12.[59] Untuk partikel seperti ini, besaran spinnya adalah 32 ħ[cat 3] manakala hasil pengukuran proyeksi spin pada sumbu apapun hanyalah dapat bernilai ±ħ2. Selain spin, elektron juga memiliki momen magnetik intrinsik di sepanjang sumbu spinnya.[60] Momen magnetik elektron kira-kira sama dengan satu magneton Bohr,[64][cat 4] dengan konstanta fisika sebesar 9,274 009 15(23) × 10−24 joule per tesla.[60] Orientasi spin terhadap momentum elektron menentukan helisitas partikel tersebut.[65]

Elektron tidak memiliki substruktur yang diketahui.[2][66] Oleh karena itu, ia didefinisikan ataupun diasumsikan sebagai partikel titik ataupun muatan titik dan tidak beruang.[4] Pemantaupaun pada satu elektron tunggal dalam perangkap Penning menunjukkan batasan atas jari-jari partikel sebesar 10−22 meter.[67] Terdapat sebuah tetapan fisika yang disebut sebagai "jari-jari elektron klasik" yang bernilai 2,8179 ×10-15 m. Namun terminologi ini berasal dari perhitungan sederhana yang mengabaikan efek-efek mekanika kuantum. Dalam kenyataannya, jari-jari elektron klasik tidak memiliki hubungan apapun dengan struktur dasar elektron.[68][cat 5]

Terdapat partikel elementer yang secara spontan meluruh menjadi partikel yang lebih ringan. Contohnya adalah muon yang meluruh menjadi elektron, neutrino, dan antineutrino, dengan waktu paruh rata-rata 2,2 × 10-6 detik. Namun, elektron diperkirakan stabil secara teoritis: elektron merupakan partikel teringan yang bermuatan, sehingga peluruhannya akan melanggar kekalan muatan.[69] Ambang bawah eksperimen untuk rata-rata umur paruh elektron adalah 4,6 × 1026 tahun, dengan taraf keyakinan sebesar 90%.[70]

[sunting] Sifat-sifat kuantum

Seperti semua partikel, elektron dapat berperilaku seperti gelombang. Ini disebut sebagai dualitas gelombang-partikel dan dapat ditunjukkan menggunakan eksperimen celah ganda. Sifat bak gelombang elektron mengijinkannya melewati kedua celah paralel secara bersamaan dan bukannya hanya melewati satu celah. Dalam mekanika kuantum, sifat bak gelombang suatu partikel dapat dideskripsikan secara matematis sebagai fungsi bernilai kompleks yang disebut sebagai fungsi gelombang (ψ). Ketika nilai mutlak fungsi ini di kuadratkan, nilai pengkuadratan ini akan memberikan probabilitas pemantauan suatu partikel dekat seuatu lokasi, disebut sebagai rapatan probabilitas.[71]

Contoh gelombang antisimetrik untuk keadaan kuantum dua fermion identik pada kotak dua dimensi. Jika partikel bertukar posisi, fungsi gelombang membalikkan tandanya.

Elektron yang satu dengan elektron yang lainnya tidak dapat dibedakan karena sifat fisika intrinsiknya. Dalam mekanika kuantum, hal ini berarti bahwa sepasangan elektron yang berinteraksi haruslah dapat bertukar posisi tanpa adanya perubahan keadaan sistem yang terpantau. Fungsi gelombang fermion, termasuk pula elektron, adalah antisimetrik, berarti bahwa ia berubah tanda ketika dua elektron bertukaran; yakni ψ(r1, r2) = −ψ(r2, r1), dengan variabel r1 dan r2 adalah elektron pertama dan kedua. Oleh karena nilai mutlak tidak berubah ketika berubah tanda, ini berarti bahwa terdapat probabilitas yang tidak berubah. Berbeda dengan fermion, boson seperti foton memiliki fungsi gelombang simterik.[71]

Dalam kasus antisimetri, penyelesaian fungsi gelombang untuk elektron yang berinteraksi menghasilkan probabilitas yang bernilai nol untuk tiap pasangan elektron menduduki lokasi ataupun keadaan yang sama. Hal ini dikenal dengan nama asas pengecualian Pauli. Asas ini menjelaskan banyak sifat elektron.

[sunting] Partikel maya

Para fisikawan percaya bahwa ruang kosong mungkin secara berkesinambungan menciptakan banyak pasang partikel maya seperti positron dengan elektron, yang dengan cepat memusnahkan satu sama lainnya setelah tercipta.[72] Kombinasi variasi energi yang diperlukan untuk menciptakan partikel-partikel ini beserta waktu keberadaan partikel ini berada dalam ambang pendeteksian seperti yang dinyatakan oleh Prinsip ketidakpastian Heisenberg, ΔE·Δtħ. Energi yang diperlukan untuk menciptakan partikel maya ini, ΔE, dapat "dipinjam" dari keadaan vakum untuk periode waktu Δt, sedemikian perkalian keduanya tidak lebih dari nilai konstanta Planck tereduksi, ħ ≈ 6,6 × 10-16 eV·s. Sehingga untuk elektron maya, Δt terlamanya adalah 1,3 × 10-21 s.[73]

Gambaran skematis pasangan elektron-positron maya yang muncul secara acak dekat sebuah elektron (kiri bawah)

Ketika pasangan elektron-positron maya terbentuk, gaya coulomb dari medan listrik sekitar elektron menyebabkan positron yang tercipta tertarik ke elektron awal manakala elektron yang tercipta mengalami gaya tolak. Ini mengebabkan polarisasi vakum. Pada dasarnya, keadaan vakum berperilaku seperti media yang memiliki permitivitas dielektrik lebih besar dari satu. Sehingga muatan efektif sebuah elektron biasanya lebih kecil daripada nilai aslinya, dan muatan akan berkurang dengan meningkatnya jarak dari elektron.[74][75] Polarisasi ini dikonfirmasi secara eksperimental pada tahun 1997 menggunakan pemercepat partikel Jepang.[76] Partikel-partikel maya menyebabkan efek pemerisaian untuk massa elektron.[77]

Interaksi dengan partikel maya juga menjelaskan penyimpangan momen magnetik intrinsik elektron sebesar 0,1% dari magneton Bohr.[64][78] Kesesuaian yang sangat tepat antara perbedaan yang diprediksikan ini dengan nilai percobaan dipandang sebagai pencapaian besar elektrodinamika kuantum.[79]

Dalam fisika klasik, momentum sudut dan momen magnetik suatu objek bergantung pada dimensi fisikanya. Oleh karena itu, konsep elektron tak berdimensi yang memiliki momentum sudut dan momen magnetik tampaknya tidak konsisten. Paradoks ini dapat dijelaskan menggunakan pembentukan foton maya dalam medan listrik yang dihasilkan oleh elektron. Foton-foton maya ini menyebabkan elektron bergeser secara getar-getir (dinamakan Zitterbewegung),[80] yang mengakibatkan gerak melingkar dengan presesi. Gerak ini menghasilkan momen magnetik dan spin elektron.[4][81] Dalam atom, penciptaan foton maya ini menjelaskan geseran Lamb yang terpantau pada garis spektrum.[74]

[sunting] Interaksi

Elektron menghasilkan medan listrik yang menarik partikel bermuatan positif seperti proton dan menolak partikel lain yang bermuatan negatif. Kekuatan gaya tarik/tolak ini ditentukan oleh Hukum Coulomb.[82] Ketika elektron bergerak, ia menghasilkan medan magnetik.[83] Hukum Ampère-Maxwell menghubungkan medan magnetik dengan gerak massa elektron (arus listrik) terhadap seorang pengamat. Medan elektromagnetik partikel bermuatan yang bergerak diekspresikan menggunakan potensial Liénard–Wiechert, yang berlaku bahkan untuk partikel yang bergerak mendekati kecepatan cahaya.

Sebuah partikel bermuatan q (kiri) bergerak dengan kecepatan v melalui medan magnetik B yang diorientasikan menuju pembaca. Untuk sebuah elektron, q bernilai negatif, sehingga ia mengikuti lintasan yang membelok ke atas.

Ketika sebuah elektron bergerak melalui medan magnetik, gaya Lorentz akan mempengaruhi arah lintasan elektron tegak lurus terhadap bidang medan magnet dan kecepatan elektron. Gaya sentripetal ini menyebabkan lintasan elektron berbentuk heliks. Percepatan yang dihasilkan dari gerak melengkung ini menginduksi elektron memancarkan energi dalam bentuk radiasi sinkotron.[84][85][cat 6] Emisi energi ini kemudian dapat mementalkan elektron, dikenal sebagai Gaya Abraham-Lorentz-Dirac, yang menciptakan gesekan yang memperlambat elektron. Gaya ini disebabkan oleh reaksi balik medan elektron terhadap dirinya sendiri.[86]

Dalam elektrodinamika kuantum, interaksi elektromagnetik antara partikel dimediasi oleh foton. Elektron terisolasi yang tidak dipercepat tidak dapat memancar ataupun menyerap foton; apabila ia menyerap atau memancarkan foton, ini berarti pelanggaran hukum kekekalan energi dan momentum. Walau demikian, foton maya dapat mentransfer momentum antar dua partikel bermuatan. Adalah pertukaran foton maya ini yang menghasilkan gaya Coulomb.[87] Emisi energi dapat terjadi ketika elektron yang bergerak dibelokkan oleh sebuah partikel bermuatan seperti proton. Percepatan elektron menghasilkan pancaran radiasi Bremsstrahlung.[88]

Di sini, Bremsstrahlung dihasilkan oleh elektron e yang dibelokkan oleh medan listrik dari inti atom. Perubahan energi E2E1 menentukan frekuensi f foton yang dipancarkan.

Tumbukan lenting antara sebuah foton (cahaya) dengan sebuah elektron bebas disebut sebagai hamburan Compton. Tumbukan ini menghasilkan transfer momentum dan transfer energi antar partikel, yang mengubah panjang gelombang foton sejumlah geseran Compton.[cat 7] Besaran maksimum geseran panjang gelombang ini adalah h/mec, yang dikenal sebagai panjang gelombang Compton.[89] Untuk sebuah elektron, ini bernilai 2,43 × 10−12 m.[60] Apabila panjang gelombang cahayanya panjang (contohnya panjang gelombang cahaya tampak adalah 0,4–0,7 μm), geseran panjang gelombang menjadi sangat kecil. Interaksi antara cahaya dengan elektron bebas seperti ini disebut sebagai hamburan Thomson.[90]

Kekuatan relatif interaksi elektromagnetik antara dua partikel bermuatan seperti elektron dengan proton diberikan oleh konstanta struktur halus. Nilai konstanta ini tidak memiliki dimensi dan merupakan rasio dua energi: energi elektrostatik tarikan (ataupun tolakan) pada pemisahan satu panjang gelombang Compton dengan energi rihat muatan. Ia bernilai α ≈ 7,297353 × 10-3, ataupun kira-kira sama dengan 1137.[60]

Ketika elektron dan positron bertumbukan, keduanya akan memusnahkan satu sama lainnya, menghasilkan dua atau lebih sinar foton gama. Jika elektron dan positronnya memiliki momentum yang dapat diabaikan, atom positronium dapat terbentuk sebelum pemusnahan, menghasilkan dua atau tiga foton sinar gama berenergi sebesar 1,022 MeV.[91][92] Di sisi lain, foton berenergi tinggi dapat berubah menjadi elektron dan positron kembali dalam suatu proses yang dinamakan produksi pasangan, namun hanya terjadi dengan keberadaan partikel bermuatan di dekatnya, seperti inti atom.[93][94]

[sunting] Atom dan molekul

Animasi yang menunjukkan bagaimana dua atom oksigen berinteraksi membentuk molekul oksigen (O2). Awan merah yang berpendar mewakili orbital elektron tiap-tiap atom. Orbital atom 2s dan 2p atom oksigen awal dapat terlihat bergabung menjadi orbital sigma dan orbital pi, menjadikan atom terikat bersama. Orbital 1s tidak bergabung dan dapat terlihat sebagai dua bulatan kecil yang terpisah

Elektron dapat terikat pada inti atom melalui gaya tarik menarik Coulomb. Suatu sistem berelektron banyak yang terikat pada inti atom disebut sebagai atom. Jika jumlah elektron berbeda dari muatan listrik inti, atom tersebut dinamakan sebagai ion. Perilaku elektron terikat yang seperti gelombang dideskripsikan menggunakan fungsi matematika yang disebut orbital atom. Tiap-tiap orbital atom memiliki satu set bilangan kuantumnya sendiri, yaitu energi, momentum sudut, dan proyeksi momentum sudut. Menurut asas pengecualian Pauli, tiap orbital hanya dapat diduduki oleh dua elektron, yang harus berbeda dalam bilangan kuantum spinnya.

Elektron dapat berpindah dari satu orbtial ke orbital lainnya melalui emisi ataupun absorpsi foton yang energinya sesuai dengan perbedaan potensial antar orbital.[95] Metode perpindahan orbital lainnya meliputi pertumbukan dengan partikel elektron lain dan efek Auger.[96] Agar dapat melepaskan diri dari atom, energi elektron haruslah ditingkatkan melebihi energi pengikatannya. Ini terjadi pada efek fotolistrik, di mana foton yang berenergi lebih tinggi dari energi ionisasi atom diserap oleh elektron.[97]

Momentum sudut orbital elektron terkuantisasi. Oleh karena elektron bermuatan, ia menghasilkan momen magnetik orbital yang proposional terhadap momentum sudut. Keseluruhan momen magnetik sebuah atom adalah setera dengan jumlah vektor momen magnetik orbital dan momen magnetik spin keseluruhan elektron dan inti atom. Namun, momen magnetik inti sangatlah kecil dan dapat diabaikan jika dibandingkan dengan elektron. Momen magnetik dari dua elektron yang menduduki orbital yang sama (disebut elektron berpasangan) akan saling meniadakan.[98]

Ikatan kimia antar atom terjadi sebagai akibat dari interaksi elektromagnetik, sebagaimana yang dijelaskan oleh hukum mekanika kuantum.[99] Ikatan yang terkuat terbentuk melalui perkongsian elektron maupun transfer elektron di antara atom-atom, mengijinkan terbentuknya molekul.[8] Dalam molekul, pegerakan elektron dipengaruhi oleh beberapa inti atom dan elektron menduduki orbital molekul, sama halnya dengan elektron yang menduduki orbital atom pada atom bebas.[100] Faktor mendasar pada struktur molekul adalah keberadaan pasangan elektron. Kedua elektron yang berpasangan memiliki spin yang berlawanan, mengijinkan keduanya menduduki orbital molekul yang sama tanpa melanggar asas pengecualian Pauli. Orbital-orbital molekul yang berbeda memiliki distribusi spasial rapatan elektron yang berbeda pula. Sebagai contohnya, pada elektron berpasangan yang terlibat dalam ikatan, elektron dapat ditemukan dengan probabilitas yang tinggi disekitar daerah inti atom tertentu yang sempit, manakala pada elektron berpasangan yang tidak terlibat dalam ikatan, ia dapat terdistribusi pada ruang yang luas di sekitar inti atom.[101]

[sunting] Konduktivitas

Petir utamanya terdiri dari aliran elektron.[102] Potensial listrik yang diperlukan untuk menghasilkan petir dapat dihasilkan melalui efek tribolistrik.[103][104]

Jika sebuah benda memiliki elektron yang berlebih atau kurang dari yang diperlukan untuk menyeimbangkan muatan inti atom yang positif, benda tersebut akan memiliki muatan listrik. Ketika terdapat elektron berlebih, benda tersebut dikatakan bermuatan negatif. Apabila terdapat elektron yang kurang dari jumlah proton dalam inti atom, benda tersebut dikatakan bermuatan positif. Ketika jumlah elektron dan jumlah proton adalah sama, muatan keduanya meniadakan satu sama lainnya dan benda tersebut dikatakan bermuatan netral. Benda makro dapat menjadi bermuatan listrik melalui penggosokan dan menghasilkan efek tribolistrik.[105]

Elektron tunggal yang bergerak dalam vakum diistilahkan sebagai elektron bebas. Elektron-elektron dalam logam juga berperilaku seolah-olah bebas. Dalam kenyataannya, partikel yang umumnya diistilahkan elektron dalam logam dan padatan lainnya merupakan kuasi-elektron-kuasi-partikel, yang memiliki muatan listrik, spin, dan momen magnetik yang sama dengan elektron asli, namun bermassa berbeda.[106] Ketika elektron bebas bergerak dalam vakum ataupun dalam logam, ia akan menghasilkan aliran muatan yang disebut sebagai arus listrik. Arus listrik ini kemudian akan menghasilkan medan magnetik. Sebaliknya, arus dapat diciptakan pula dengan mengubah medan magnetik. Interaksi ini diekspresikan secara matematis menggunakan persamaan Maxwell.[107]

Pada temperatur tertentu, tiap-tiap material memiliki konduktivitas listrik yang menentukan nilai arus listriknya ketika potensial listrik dialirkan kepadanya. Contoh benda yang memiliki konduktivitas listrik yang baik (disebut konduktor) misalnya emas dan tembaga, sedangkan gelas dan teflon adalah konduktor yang buruk. Dalam material dielektrik, elektron tetap terikat pada atom penyusunnya dan material tersebut berperilaku seperti insulator. Seblaiknya logam memiliki struktur pita elektronik yang mengandung pita elektronik yang terisi sebagian. Keberadaan pita tersebut mengijinkan elektron dalam logam berperilaku seolah-olah bebas (elektron terdelokalisasi). Elektron yang terdelokalisasi ini tidak terikat pada atom apapun, sehingga ketika dialiri medan listrik, elektron tersebut akan bergerak bebas seperti gas (gas fermi)[108] melalui material tersebut seperti elektron bebas.

Oleh karena tumbukan antara elektron dengan atom, kecepatan hanyatan elektron dalam konduktor memiliki kisaran milimeter per detik. Namun, kecepatan rambatan elektron biasanya adalah sekitar 75% kecepatan cahaya.[109] This occurs because electrical signals propagate as a wave, with the velocity dependent on the dielectric constant of the material.[110]

Logam merupakan konduktor panas yang baik, utamanya disebabkan oleh elektron terdelokalisasi yang bebas untuk mentranspor energi termal antar atom. Namun, berbeda dengan konduktivitas listrik, konduktivitas termal logam hampir tidak tergantung pada suhu. Konduktivitas termal diekspresikan secara matematis menurut hukum Wiedemann-Franz,[108] yang menyatakan bahwa rasio konduktivitas termal terhadap konduktivitas listrik berbanding lurus terhadap temperatur. Kebalauan termal dalam kisi logam meningkatkan resistivitas listrik material, sehingganya membuat arus listrik tergantung pada temperatur.[111]

Ketika didinginkan di bawah temperatur kritis, material dapat mengalami transisi fase yang menyebabkannya kehilangan semua resistivitas arus listrik. Hal ini dinamakan superkonduktivitas. Dalam teori BCS, perilaku ini dimodelkan oleh pasangan elektron yang memasuki keadaan kuantum kondensat Bose-Einstein. Pasangan Cooper ini memiliki gerakan yang dikopling oleh materi sekitar via getaran kekisi yang disebut fonon, sehingga elektron dapat menghindari tumbukan dengan atom-atom material yang menciptakan hambatan listrik.[112] (Pasangan Cooper memiliki jari-jari sekitar 100 nm, sehingga dapat bertumpang tindih satu sama lain.)[113] Walaupun begitu, mekanisme mengenai bagaimana superkonduktor temperatur tinggi bekerja masih belumlah terpecahkan.

Elektron yang berada dalam padatan konduktor, yang sendirinya juga merupakan kuasipartikel, ketika dikungkung secara ketat pada temperatur yang mendekati nol absolut, akan berperilaku seolah-olah terbelah lebih jauh menjadi dua kuasipartikel: spinon dan holon.[114][115] Spinon memiliki spin dan momen magnetik, sedangkan holon memiliki muatan listrik.

[sunting] Gerak dan energi

Menurut teori relativitas khusus Einstein, seiring dengan bertambahnya kecepatan elektron mendekati kecepatan cahaya, massa relativitas elektron akan meningkat menurut pemantau, sehingga membuatnya semakin sulit mempercepat diri dari kerangka acuan pemantau. Kecepatan elektron dapat mendekati, tetapi tidak dapat mencapai, kecepatan cahaya dalam vakum senilai c. Namun, ketika elektron yang bergerak mendekati kecepatan cahaya c dimasukkan ke dalam media dielektrik seperti air, kecepatan cahaya lokal secara signifikan kurang dari c, sehingganya elektron bergerak melebihi kecepatan cahaya dalam medium tersebut. Ketika elektron berinteraksi dengan medium tersebut, interaksi ini akan menghasilkan pendaran cahaya yang dinamakan radiasi Cherenkov.[116]

Faktor Lorentz sebagai fungsi kecepatan. Ia bermula dari nilai 1 dan menuju ketakterhinggaan seiring dengan v mendekati c.

Efek relativitas khusus ini didasarkan pada faktor Lorentz, didefinisikan sebagai \scriptstyle\gamma=1/ \sqrt{ 1-{v^2}/{c^2} } dengan v adalah kecepatan partikel. Energi kinetik Ke sebuah elektron yang bergerak dengan kecepatan v adalah:

\displaystyle K_e = (\gamma - 1)m_e c^2,

dengan me adalah massa elektron. Sebagai contohnya, pemercepat linear Stanford dapat mempercepat elektron mencapai 51 GeV.[117] Angka memiliki nilai γ sebesar hampir 100.000, karena massa sebuah elektron adalah 0,51 MeV/c2. Momentum relativistik elektron ini 100.000 kali lebih besar daripada momentum yang diprediksikan oleh mekanika klasik untuk sebuah elektron yang bergerak dengan kecepatan yang sama.[cat 8]

Oleh karena elektron dapat berperilaku seperti gelombang, ia akan memiliki karakteristik panjang gelombang de Broglie. Nilai ini adalah λe = h/p dengan h adalah konstanta Planck dan p adalah momentum.[42] Untuk 51 GeV elektron di atas, panjang gelombangnya adalah sekitar 2,4 × 10-17 m. Nilai ini cukup kecil untuk menjelajahi struktur yang lebih kecil dari inti atom.[118]

[sunting] Pembentukan

Produksi pasangan yang disebabkan oleh tumbukan foton dengan inti atom

Teori Big Bang merupakan teori ilmiah yang paling luas diterima sebagai penjelasan atas berbagai tahapan awal evolusi alam semesta.[119] Beberapa milisekon setelah Big Bang, temperatur alam semesta lebih dari 10 milyar kelvin dan foton memiliki energi rata-rata lebih dari satu juta elektronvolt. Foton ini memiliki energi yang cukup sehingganya dapat bereaksi satu sama lainnya membentuk pasangan elektron dan positron,

\gamma + \gamma \leftrightharpoons \mathrm e^{+} + \mathrm e^{-},

dengan γ adalah foton, e+ adalah positron, dan e adalah elektron. Sebaliknya pula, positron-elektron memusnahkan satu sama lainnya dan memancarkan foton berenergi tinggi. Kesetimbangan antara elektron, positron, dan foton terjada semasa fase evolusi alam semesta ini. Setelah 15 detik, temperatur alam semesta turun di bawah ambang batas yang mengijinkan pembentukan positron-elektron. Elektron dan postron yang tersisa memusnahkan satu sama lain, melepaskan radiasi gama yang memanaskan kemabli alam semesta dalam waktu singkat.[120]

Semasa proses leptogenesis, terdapat jumlah elektron yang lebih banyak daripada positron. Sampai sekarang, masihlah belum jelas mengapa elektron dapat berjumlah lebih banyak daripada positron.[121] Sekitar satu dari satu milyar elektron lolos dari proses pemusnahan. Kelebihan jumlah proton dibandingkan antiproton juga terjadi dalam kondisi asimetri barion, menyebabkan muatan total alam semesta menjadi nol.[122][123] Proton dan neutron yang tidak musnah kemudian mulai berpartisipasi dalam reaksi nukleosintesis, membentuk isotop hidrogen dan helium, serta sekelumit litium. Proses ini mencapai puncaknya setelah lima menit.[124] Neutron yang tersisa kemudian menjalani peluruhan beta negatif dengan umur paruh sekitar seribu detik, melepaskan proton dan elektron dalam prosesnya,

\mathrm n \Rightarrow \mathrm p + \mathrm e^{-} + \bar{\mathrm \nu}_\mathrm e,

dengan n adalah neutron, p adalah proton dan νe adalah antineutrino elektron. Selama 300.000-400.000 tahun ke depan, energi elektron yang berlebih masih sangat kuat sehingganya tidak berikatan dengan inti atom.[125] Setelah itu, periode rekombinasi terjadi, di mana atom netral mulai terbentuk dan alam semesta yang mengembang menjadi transparan terhadap radiasi.[126]

Kira-kira satu juta tahun setelah big bang, generasi bintang pertama mulai terbentuk.[126] Dalam bintang, nukleosintesis bintang mengakibatkan pembentukan positrn dari fusi inti atom. Partikel antimateri ini dengan segera memusnahkan elektron dan melepaskan sinar gama. Oleh sebab itu, terjadi penurunan jumlah elektron yang diikuti dengan peningkatan jumlah neutron dengan kuantitas yang sama. Walau demikian, proses evolusi bintang dapat pula mengakibatkan sintesis isotop-isotop radioaktif. Beberapa isotop tersebut kemudian dapat menjalani peluruhan beta negatif dan memancarkan elektron dan antineutrino dari inti atom.[127] Salah satu contohnya adalah isotop kobalt-60 (60Co) yang meluruh menjadi nikel-60 (60Ni).[128]

Hujanan partikel-partikel yang dihasilkan oleh tembakan sinar kosmis ke atmosfer Bumi

Pada akhir masa kehidupannya, bintang yang bermassa lebih dari 20 massa surya dapat menjalani keruntuhan gravitasi dan membentuk lubang hitam.[129] Menurut fisika klasik, objek luar angkasa yang sangat berat ini menghasilkan gaya tarik gravitasi yang sangat besar sehingganya tiada benda apapun, termasuk radiasi elektromagnetik, yang dapat lolos dari jari-jari Schwarzschild. Namun, dipercayai bahwa efek mekanika kuantum mengijinkan radiasi Hawking dipancarkan pada jarak ini. Elektron (dan positron) diperkirakan diciptakan di horizon persitiwa lubang hitam.

[sunting] Lihat pula

[sunting] Pranala luar

[sunting] Catatan

  1. ^ Penyebut versi pecahannya merupakan balikan nilai desimal (dengan ketidakpastian standar relatif 4,2 × 10-10).
  2. ^ Muatan elektron adalah negatif muatan elementer yang memiliki nilai positif untuk proton.
  3. ^ Besaran ini didapatkan dari bilangan kuantum spin sebagai
    \begin{alignat}{2}  S & = \sqrt{s(s + 1)} \cdot \frac{h}{2\pi} \\   & = \frac{\sqrt{3}}{2} \hbar \\ \end{alignat}
    untuk bilangan kuantum s = 12.
    Lihat: Gupta, M. C. (2001). Atomic and Molecular Spectroscopy. New Age Publishers. hal. 81. ISBN 8122413005. http://books.google.com/books?id=0tIA1M6DiQIC&pg=PA81.
  4. ^ Bohr magneton:
    \textstyle\mu_B=\frac{e\hbar}{2m_e}.
  5. ^ The classical electron radius is derived as follows. Assume that the electron's charge is spread uniformly throughout a spherical volume. Since one part of the sphere would repel the other parts, the sphere contains electrostatic potential energy. This energy is assumed to equal the electron's rest energy, defined by special relativity (E=mc2).
    From electrostatics theory, the potential energy of a sphere with radius r and charge e is given by:
    E_{\mathrm p} = \frac{e^2}{8\pi \varepsilon_0 r},
    where ε0 is the vacuum permittivity. For an electron with rest mass m0, the rest energy is equal to:
    \textstyle E_{\mathrm p} = m_0 c^2,
    where c is the speed of light in a vacuum. Setting them equal and solving for r gives the classical electron radius.
    See: Haken, Hermann; Wolf, Hans Christoph; Brewer, W. D. (2005). The Physics of Atoms and Quanta: Introduction to Experiments and Theory. Springer. hal. 70. ISBN 3540672745. http://books.google.com/books?id=SPrAMy8glocC&pg=PA70.
  6. ^ Radiation from non-relativistic electrons is sometimes termed cyclotron radiation.
  7. ^ The change in wavelength, Δλ, depends on the angle of the recoil, θ, as follows,
    \textstyle \Delta \lambda = \frac{h}{m_ec} (1 - \cos \theta),
    where c is the speed of light in a vacuum and me is the electron mass. See Zombeck (2007:393,396).
  8. ^ Solving for the velocity of the electron, and using an approximation for large γ, one obtains:
    \begin{alignat}{2}  v & = c\sqrt{1\ - \gamma^{-2}} \\   & = 0.999\,999\,999\,95\,c. \\ \end{alignat}